Selasa, 04 November 2008
Off dulu
Namun sebelum bener-bener menghibernasi diri, ada sesuatu hal yang saya dapet dari temen sekantor saya, Mas Pujo hardono tenantng makna dari huruf Jawa : Honocoroko, dst..
Hanacaraka (ana utusan),
Datasawala (padha padudon),
Padhajayanya (padha digdayane), lan
Magabathanga (padha dadi bathang/sampyuh).
Ha (H)urip, Na (nur), C (cahya), Ra (roh/rasa), Ka (kumpul),
Da (dadi), Ta (tetes), Sa (sawiji), Wa (wadon), La (lanang),
Pa (pati), Dha (dhadhal), Ja jiwa (raga), Ya (ya Allah), Nya (nyata),
Ma (manungsa), Ga (gilir gumanti), Ba (bakal), Tha (thukul), Nga (ngalam donya).
Ateges Urip (asal saka) nur cahya (lan) roh (kang) kumpul dadi tetes sawiji (nuwuhi) wadon (lan) lanang, (samangsa tumekeng) pati, (bakal) dhadhal jiwa ragane, ya Allah, nyata manungsa gilir gumanti bakal thukul (ing) ngalam donya.
hemmm
Rabu, 29 Oktober 2008
Pernikahan itu..
Cerita dibalik foto: dulu, sekian tahun yang lalu, kami pernah foto bertiga di moment pernikahan Lik Hudi dan Bulik Ita. Ternyata tanpa sengaja, sambil menunggu prosesi akad nikah selesai, kemarin kami mengulanginya lagi...
Ups, maaf, dalam beberapa waktu terakhir saya menghibernasi diri. Mood menulis tiba-tiba hilang karena alasan jetlag dan banjir...
Pertengahan Oktober kemarin saya pulang lagi ke Bantul. Ada suatu perhelatan yang digelar oleh salah satu kerabat. Yah, pernikahan cucu tertua menurut silsilah dari keluarga besar Bapak.
Sepupu saya, putri pertama dari Pakde, menikah tepat di hari ulang tahunnya yang ke 24..
Seneng banget rasanya karena kemarin keluarga bisa ngumpul semua. Acara digelar duwa hari, Sabtu pagi untuk akad, dan Ahad pagi untuk resepsi. Tempat penyelenggaraan duwa-duwanya di rumah. Alhamdulillah smuanya lancar.
Konsep resepsi dirancang simpel tanpa adat. Busana pengantin modern namun dengan tata rias khas pengantin Jogja. Yang menarik adalah dekorasi pelaminannya bener-bener tanpa gebyok. murni, hanya memanfaatkan pintu rumah. Dan, busana para kerabat pria itu lho, Paklikku sengaja memilih surjan lurik, bukan surjan motif lain, jadi ya kliatan klasik banget.
Yang jelas, dari moment kemarin, bisa mempererat tali silaturahim para anggota kerabat..
Hemm, jadi pengen kumpul2 lagi dalam moment yg serupa nie..
Buat Mba Iik dan Mas Danang, selamat menempuh hidup baru, semoga sakinah ma waddah wa rohmah..
Buat Mas Aan, Mas Arif, Mba Uli, Mas Zaman, de Mazdan, de Awang, de Biymoo, dan de Danti, ngumpul-ngumpul lagi yuks...
(hihihi, biar Mr. Falih tambah menghujat, bahwa isi blogkuw adalah curhat )
Selasa, 14 Oktober 2008
Serangkai Sedap Malam
Ada satu pernik yang menghiasi ruang kamar tamu keluarga saya setiap Lebaran. Yup, rangkaian bunga sedap malam a.ka.a arum ndalu.
Dari Wikipedia, saya tahu bahwa:
Sedap malam (Polianthes tuberosa) adalah tumbuhan hijau abadi dari suku Agavaceae. Nama tuberosa menunjukkan bahwa tumbuhan ini memiliki umbi (tuber).
Bunga sedap malam biasa mekar di malam hari. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Meksiko.
Nama bunga ini di India bagian timur adalah ratkirani, yang berarti "ratu malam". Di Singapura bunga ini dinamakan xinxiao, yang berarti "tempat ngengat hinggap". Di Persia, bunga ini disebut maryam, yang merupakan nama umum bagi anak perempuan. Bunga ini juga digunakan di Hawaii untuk pengantin dan dahulu di zaman Viktoria digunakan sebagai bunga kuburan. Harum bunga ini digambarkan sebagai kompleks, eksotis, manis, dan khas bunga.
Sore menjelang takbiran, biasanya saya dan Bapak berkeliling-keliling kota mencari bunga berwarna putih nan harum ini, sementara ibu di rumah mempersiapkan toples-toples hidangan lebaran, dan ade, biasa di Pondok atau di Masjid, bergabung dengan teman-temannya.
Sayang seribu sayang, belum ada kios penjual bunga segar di Bantul. Jadi, pencarian Saya dan Bapak sore itu pun berakhir di tempat yang biasa kami datangi yakni di Jl. Jazuli, Kotabaru, di dekat RRI, di depan Wisma Anggaran. Memang di sepanjang jalan inilah terpusat kios para penjual bunga segar di Jogjakarta.
Suasana sore di sepanjang kios bunga lumayan ramai, sama seperti tahun yang lalu. Mungkin memang karena moment lebaran ini, banyak orang yang mencari bunga segar untuk mempercantik ruangan. Diantara pengunjung kios yang ada pada saat itu, kebanyakan dari mereka membeli bunga sedap malam, termasuk saya.
Harga per tangkai cenderung naik dari tahun ke tahun dan selalu lebih mahal dibanding hari-hari biasa. Satu tangkai sedap malam pada sore itu ditawarkan seharga Rp. 7500,-. Setelah meminta harga pas, akhirnya angka pun turun diharga Rp. 6000,-/tangkai. Tahun lalu, saya masih bisa mendapatkan Rp. 4500,-/tangkai. Tahun sebelumnya lagi, antara Rp. 2.500 - Rp. 3.000,-, dimana pada saat itu, harga normal setangakai sedap malam adalah Rp. 1.500,-.
8 tangkai sedap malam akhirnya saya boyong pulang. Sembari melihat mba penjaga kios mengemas sedap malam pesanan, saya meminta sedikit daun cemara kepadanya. Daun cemara ini berharga Gratis alias ra mbayar.. (makasih ya, Mba, bonus atas pembelian sedap malamnya yah?!).
Setelah transaksi jual beli selesai, saya dan Bapak pun langsung pulang ke Bantul yang memakan waktu sekitar 40 menit dari Jl. Jazuli tadi. Dan pada malam takbiran, terangkailah 8 tangkai sedap malam dan daun cemara, memenuhi sebuah vas gerabah, menghiasi ruang tamu kami..
Senin, 13 Oktober 2008
Bantul dalam Foto : Geliat Sambut Lebaran
Suasana Pasar Bantul mendadak menjadi ramai jelang sehari sebelum Idul Fitri. Tangan-tangan ulet itu begitu luwes menari pada seuntai daun kelapa muda bernama Janur. Hasil tarian itu menghasilkan suatu karya yang mungkin mengilhami penamaan bentuk bidang datar jajar genjang. Yaa, kolaborasi hasil tarian tsb dengan beras yang sudah dicuci kemudian ditanak akan menghasilkan menu khas hari raya yang biasa disajikan bersama opor. Entah sejak kapan ketupat ini menjadi icon Hari Raya Idul Fitri..
Para penjual dadakan anyaman janur ini selalu muncul di akhir bulan Ramadhan menghiasi trotoar-troatoar, bahkan pembataas jalan di sekitar Pasar Bantul. Harga seuntai longsongan ketupat, saya kurang tau karena biasanya mbah Kakung sudah menganyam di rumah ..
Sebagai pelengkap hidangan ketupat tadi, keluarga saya biasa menghidangkannya bersama Gudeg Manggar, gudeg dari bunga pohon kelapa. Sejak saya masih kecil, duo kupat manggar ini selalu tersaji pada hari pertama di bulan Syawal. Dinikmati bersama keluarga yang pada mudik, rasanya lebih luar biasa.
bentuk menyerupai sarung parang inilah yang dinamakan manggar sebelum dikupas.
dan ini adalah Manggar yang telah dikupas dan siap untuk dimasak..
Nah, untuk membuat gudeg, bumbu-bumbunya antara lain seperti terlihat dalam foto di atas. Bersama si ayam kampung yang telah menemukan tujuan hidupnya, disembelih untuk dimakan manusia, Manggar diolah menjadi Gudeg yang sudah pasti berasa manis.
Sementara itu, untuk pengamanan jelang Idul Fitri, tersebutlah pos pengamanan lebaran yang salah satunya didirikan di depan kompleks Pasar Bantul. Bersama para Praja Muda Karana, Pak Polisi bertugas menertibkan arus lalu lintas yang semakin hiruk pikuk..
Suasana yang berbeda pun akan Anda temui di supermarket-mini market yang terdapat di Bantul. Parkir motor tampak berjubel, bener-bener tidak seperti hari biasa..
Toserba Mulia di Jl. Urip Sumoharjo.
WS supermarket di Jl. Bantul
Purnama di samping perempatan Klodran
Yah, beginilah suasana Bantul menjelang lebaran. Jalanan sudah tidak senyaman biasanya, penuh lalu lalang kendaraan. Kota ini pun mulai dipadati para pemudik termasuk saya
Jumat, 10 Oktober 2008
(daripada ga posting) Welcome To Bantul
Baliho ini terpampang kokoh di dua jalan utama memasuki daerah Bantul tepatnya di Perempatan nDongkelan dan Perempatan nDruwo. Kedua perempatan tersebut memotong sempurna jalan lingkar selatan Yogyakarta yang biasa dilalui bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi).
Baliho ini sudah berdiri sebelum Gempa 5,9 SR pada Sabtu, 27 Mei 2006 mengguncang Kota Geplak ini.
Slogan "Kami Siap Melayani" tertulis mantab di bawah kata Bantul. Inilah janji layanan yang telah dipilih dan semoga ini bukan sekedar janji
Dari Pusat Kota Yogyakarta, untuk mencapai pusat Kota Bantul, ada dua jalur yang bisa Anda ambil, yakni Jalur Barat (berawal dari perempata nDongkelan) dan Jalur Timur (perempatan nDruwo).
Jalur Barat : Anda harus menyusuri Jalan Bantul dengan waktu tempuh sekitar 15-20 menit dari Perempatan Dongkelan. But don't worry be happy, jalan yang akan Anda lintasi mulus, hot mix, plus idum/iyup/teduh karena di pinggir jalan banyak pohon-pohon besar, dan masih ada 3 (tiga) traffic light lagi yang akan Anda temui sebelum sampai ke Pasar Bantul, salah satu jantung perekonomian di Kota Bantul. Oh ya, dalam lintasan Jalan Bantul ini Anda akan melewati Desa Wisata Sentra Kerajinan Gerabah Kasongan.
Jalur Timur : Waktu yang Anda tempuh untuk menuju pusat Kota Bantul akan lebih lama apabila Anda menempuh jalur ini. Jalur Timur memang lebih strategis apabila Anda memiliki tujuan wisata ke Pantai Parangtritis, karena dari Perempatan nDruwo ini Anda tinggal berjalan luruus, mentoq sampai ke pantai ga pake belok (kec jalannya udah berkelok lho ya!!). Tapi untuk mencapai pusat kota, sesampai di traffic light kedua setelah traffic light nDruwo, silakan untuk berbelok ke kanan, melintas di Desa Wisata sentra kerajinan kulit Manding, then, RSUD Panembahan Senopati Bantul, next traffic light lagi, and then lewat depan rumah saya , go straight ahead lewat KPP Pratama Bantul, nemu traffic light lagi, baru deh belok ke kanan dan menemukan pusat administrasi Kota Bantul.
tertarik untuk berkunjung??
Welcome to BANTUL
Sabtu, 27 September 2008
Bantul I am coming...
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga satu pemudik ini sampai tujuan..
Kamis, 25 September 2008
From Pasar Sentral to Pasar Senggol
efeknya, rencana buat nyeritain kegiatan di akhir minggu pun lewat deh.. hehe...
hemm,, dalam rangka mempersiapkan mudik, hari Sabtu kemarin, saya dan seorang teman blusukan ke pasar tradisonal di Kota Gorontalo. Namanya Pasar Sentral. Tugas saya simpel, sekedar nemenin empunya hajat yang pengen membeli buah tangan untuk ibunya di rumah..
Gorontalo lumayan terik. Tapi teriknya ga begitu kerasa pas kami sudah berada di atas kendaraan..
Jujur, ini kali pertama saya bertandang ke pasar tsb. Secara, saya ga pernah masak, jadi ya tidak pernah deh merambah ke pasar tradisonal..
Objek perburuan kami adalah ikan asin. Soal ikan, sudah pasti saya ga bisa diandalkan,, sama sekali saya tidak bisa membedakan berbagai jenis ikan.. Apa karena sang ikan belum kenalan ma saya yah?! Urusan tawar-menawar pun saya bukan jagonya. Saya lebih sering menyerah pada harga yg ditawarkan oleh penjual setelah tawaran harga yang saya ajukan tidak disetujui...
well, setelah memarkir motor dan mulai memasuki area pasar... hemmm aroma khas pasar tradisional mulai tercium.. apalagi pas melintas di deket penjual daging...sedep euy!! ditambah cipratan-cipratan air tirisan daging, makin menambah seru deh petualangan siang itu...
seperti pasar-pasar tradisional lainnya, dagangan yang dijualbelikan di pasar ini pun beragam,,
tak berapa lama, akhirnya kami menemukan kios penjual ikan kering. sayang, kios langganan temen saya tutup.. akhirnya transaksi dilaksanakan di kios sebelahnya. sayang yang kedua adalah ternyata ikan yang dimaksud oleh temen saya ga ada,, ntah baronang/bubara/apa, saya ga terlalu paham bentuknya..
Dan pilihan ikan pun akhirnya jatuh pada ikan teri, ikan nike dan satu jenis ikan yang saya lupa namanya (padal dah disebutin berulang-ulang loh!! )
pada waktu berangkat, saya blm ada ingin untuk membeli, tapi setelah sampai di pasar, dan ngeliat temen saya tuh mantebb banget belinya, akhirnya ikut-ikutan beli deh, even cm atu kilo,, (latah mode on)
Then, kami pulang setelah sebelumnya membeli kopi sebagai bahan peredam bau khas ikan asin dalam proses packing,, sampai kosn, ikan dipacking dalam kardus dan siap untuk ditenteng pulang..
Malam pun berselang,,
setelah berbuka dan shalat tarawih, petualangan saya dan seorang teman pun berlanjut.
semula kami ga ada planning kemana-mana kecuali skedar mengisi perut sbg pengganti sahur.. (padal baru skitar jam 10-an tuh..)
Berhubung tempat biasa kami nongkrong sudah penuh, haluan pun diarahkan ke Pusat keramaian Tahunan di Kota Gorontalo yang diselenggarakan tiap tahun mulai tanggal 17 ramadhan. Yupp, pasar itu bernama Pasar Senggol.
Kenapa disebut pasar senggol, mungkin dikarenakan jarak antar stand (kalo boleh dibilang stand) terlalu sempit. Sehingga pembeli satu dan lainnya probabilitas senggol-senggolannya tinggi. (rada hiperbolis sih.. hehe)
hemm, pasar lumayan ramai di hari menjelang akhir Ramadhan ini.. kebanyakan yang dijajakan adalah ragam pakaian, sandal dan alat-alat rumah tangga yang biasa digunakan untuk mempercantik ruangan. barang pecah belah seperti set cangkir dan toples juga ada. kue khas Gorontalo yang bernama Kerawang juga turut di jual..
ada juga permainan ketangkasan melempar bola tenis pada tumpukan kaleng bekas susu, dengan hadiah sebotol soft drink apabila berhasil merobohkan semua kaleng dalam tiga kali lemparan. temen saya mencoba permainan ini, sayang, kurang bgitu berhasil..
Puas mengitari area pasar Senggol, kami pun pulang,, lumayan lah buat olahraga malam
Kendaraan diarahkan kembali kepada tujuan awal..
Master Cafe